Hal senada juga dikemukakan oleh Ahmad seorang pengelola percetakan di kawasan Dago, Bandung. Bahkan di percetakannya segala bentuk pesanan peraga kampanye telah berdatangan sejak pertengahan 2008. Alasanya barangkali bila agar hemat biaya dan karena pemesan belum lagi banyak.
Baik Deden dan juga Ahmad sama sama mengamini bahwa peningkatan order dan pemasukan cukup signifikan ketika jelang pemilu. Sekitar 30 sampai 40 persen order naik dan tentu saja dengan demikian pekerja pun harus ditambah, bahkan saat menjelang deadline bisa saja mesin berjalan 24 jam.
Ketika ditanya produk apa yang umumnya banyak dipesan, baik Deden maupun Ahmad menjawab bahwa spanduk, stiker dan famlet menduduki pesanan terbanyak. Sementara t-shirt kampanye menurut Deden, perusahaannya tidak terlau berkonsentrasi pada bidang itu karena bahannya relatif sulit didapat dan keuntungannya tidak terlalu menjanjikan. Umumnya t-shirt untuk kampanye digarap oleh perusahaan-perusahaan besar yang memang spesialis di jenis percetakan semacam itu.
Mengenai pembayaran, Deden dan Ahmad memiliki strategi dengan meminta DP antara 40 sampai 60 persen pada parpol. “Cukup rumit masalah ini.” Jelas Deden. Ada juga parpol yang selain meminta harga yang lebih murah, mereka juga ingin ordernya selesai secepatnya. “Ya mau gak mau harus pakai surat perjanjian.” Deden menambahkan. Alamat pun harus ditulis jelas untuk menghindari hal hal yang tidak diinginkan.
Ahmad lain lagi, “Ya dilobby lah, agar sama sama enak.” Tukas Ahmad menyangkut pembayaran. Beruntung bagi keduanya ternyata ada juga diantara parpol pemesan itu ternyata kadernya adalah langganannya, alias orang yang sudah dikenal, sehingga tidak perlu khawatir akan janji pembayaran.
Ahmad hanya tersenyum ketika ditanya apakah parpol pemesan juga menitipkan pesan kampanyenya agar mencontreng kadernya atau memilih partainya saat melakukan order. Berbeda dengan ahmad, Deden mengatakan betul sekali setiap parpol selalu saja titip pesan itu. Mereka mengatakan “jangan lupa ya kang pilih kader kami.” Tapi perusahaan tentu saja independen. “Masalah pilihan mah ya gak bisa dipaksakan ya kang..” Ujar Deden.
Bisnis percetakan memang menjajikan, untuk itu setiap pengusaha percetaskan harus mengikuti perkembangan jaman. Mesin adalah hal utama yang setiap tahun selalu berkembang. Software juga harus tetap diupdate agar kualitas cetak semakin bagus dan mempercepat proses cetak itu sendiri. Apabila tidak seperti itu maka akan sulit sebuah percetakan bersaing untuk memperoleh konsumen, tukas Deden maupun Ahmad. Hal ini memang terjadi. Seperti disampaikan salah seorang keluarga Lita, kang Ago, yang mengatakan di tengah hingar bingarnya percetakan dengan mesin menuai panen order. Mereka percetakan kecil dengan tekhnik sablon manual sepi dari order. (Morgen Indra Margono)
Sumber : LitaFM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar