Hal itu terungkap pada Sabtu (7/3) malam saat Tempo kedatangan tamu seorang pemimpin redaksi sebuah media bisnis berbahasa Prancis di Aljazair yang membagi informasi mengenai kondisi pers di negara itu.
Outoudert Abrous Pemimpin Redaksi harian La Liberte mengatakan, “Kadang kami menemui koran kami sudah tercetak dengan satu-dua kolom putih tanpa teks, itulah berita-berita yang disensor oleh pemerintah.”
Pertemuan Tempo dengan Abrous dimungkinkan oleh program pengenalan Indonesia yang dilaksanakan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Aljazair. Yuli Mumpuni Widarso, Duta Besar Indonesia untuk Aljazair mengatakan program pengenalan antar negara lewat media lebih efektif dibanding program-program kesenian yang dilakukan kedutaan.
“Dengan biaya yang relatif sama dengan acara-acara kebudayaan saya lebih cenderung melakukan program seperti ini,” tutur Yuli yang juga pernah menghadirkan jurnais Aljazair dalam pertemuan dialog antar media di Bali Mei tahun lalu.
"Informasi yang disampaikan kepada masyarakat di sana akan lebih bebas berdasarkan point of view jurnalis dibanding lewat program kebudayaan yang seolah-olah mencekoki wartawan dengan informasi tunggal dari kedutaan," tutur Yuli.
Kondisi media di Indonesia menurut Abrous memiliki banyak kesamaan dengan kondisi di Aljazair. La Liberte menurut Abrous pernah ditutup oleh pemerintah Aljazair tahun 1994 karena artikel yang ditulisnya soal seorang menteri bidang ekonomi yang hendak mencalonkan diri sebagai presiden.
Abrous bahkan menerima ganjaran hukuman penjara enam bulan atas artikel itu namun hanya menghabiskan waktu selama lima hari di penjara karena kampanye jurnalis lokal yang juga membangun kampanye internasional untuk mengadvokasi masalah itu. Pencemaran nama baik oleh media di Aljazair menurut Abrous bisa berakibat dua hal, hukuman penjara dan ganti rugi material.
Hanya saja menurut Metta Dharmasaputra, Redaktur Bidang Ekonomi di Koran Tempo, di Indonesia tantangan media “Berubah bentuk dari represi pemerintah menjadi tekanan publik dan pengusaha lewat somasi dan tuntutan hukum.”
Abrous mengharapkan adanya kerja sama dalam berbagi informasi antara kedua pihak mengenai situasi di negara masing-masing, karena menurutnya informasi dari sumber primer lebih objektif dibanding yang datang dari kantor-kantor berita.
Aljazair adalah sebuah negara bekas jajahan Prancis di bagian utara Afrika yang dibatasi Laut Mediterania, Libya di timur, Niger dan Mali di Selatan serta Maroko di sebelah barat. Sekitar 60 persen harian di Aljazair menggunakan bahasa Prancis sedangkan 80 persen mingguan terbit dalam bahasa Arab. Bahasa Arab adalah bahasa resmi namun penjajahan Prancis selama sekitar satu abad membuat bahasa Prancis menjadi bahasa kedua yang tidak resmi di Aljazair. Aljazair memiliki sekitar 33 juta penduduk dan menurut Duta Besar Indonesia untuk negara itu penduduk non muslim hanya sekitar 1.200 orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar