Rabu, 18 Maret 2009

Dinamisasi Teknologi Percetakan

Dari Masa Setelah Gutenberg Hingga Sekarang Teknologi percetakan terus berkembang dan berkembang. Setelah masa Gutenberg berakhir bukan berarti teknologi percetakan tak berkembang lagi dan jalan ditempat. Meskipun memakan waktu yang cukup lama yakni 400 tahun, perkembangan teknologi percetakan menunjukan progres tersendiri.

Di awal setelah berakhirnya masa Gutenberg, muncul beberapa perkembangan dari teknologi percetakan. Bermulai dari penemuan pertama alat yang diberi nama rotary press di tahun 1846. Dengan alat ini, diakhir abad ke 19, beragam penerbitan milik pribadi (single press) dapat mencetak puluh ribuan copi dalam satu jam. Selain rotary press, typesetting yang dikembangkan Gutenberg-pun masih dipakai.

Meskipun dengan beragam perkembangan. Typesetting semula memang digunakan dengan manual. Hal ini membuat sistem kerjanya sangat lambat. Di tahun 1890-an dibuatlah perkembangan terbaru dalam teknologi typesetting. Penemuan mesin lynotype, masih di tahun yang sama, membuat cara kerjanya lebih effisien Ilustrasi secara cetak, muncul pertama kali dalam majalah ketika Perang Civil terjadi di Amerika tahun sekitar tahun 1860-an. Meskipun demikian, hanya ada sedikit penerbitan saja yang membuat ilustrasi dalam produk penerbitannya. Hal ini karena bahan utama untuk membuat ilustrasi berasal dari kayu atau master piringan metal. Penggunaan kedua bahan ini membuat proses penerbitan ilustrasi berlangsung sangat lama. Masih di tahun yang sama, sejumlah orang menemukan penemun baru di Prancis, yakni penciptaan alat baru lithography dan photoengraving. Lithography berguna mempercepat ilustrasi pada sebuah percetakan. Hal ini dikarenakan ia mengganti bahan kayu dan metal dengan bahan kimia. Penemuan photoengraving sangat bermanfaat pada penggunaan lithography. Hal in karena photoengraving merupakan alat yang merubah bentuk bahan kimia kedalam piringan metal dengan proses potografi.

Setelah perang dunia kedua, teknologi percetakan terus berkembang. Perkembangannya ini tidak hanya terpaku pada kecepatan dan kuantitas yang dihasilkan. Tapi juga beragam hal diantarnya kualitas penerbitan. Di tahun 1960 muncul komputer sebagi teknologi baru yang revolusioner. Sepuluh tahun setelah kemunculannya, komputer mulai menggantikan fungsi typesetting sebagai teknologi utama dalam industri percetakan.

Komputer membuat beragam hal dalam proses penerbitan menjadi lebih mudah. Hal ini karena ia mendigital-kan proses penerbitan. Dengan komputer membuat layout menjadi lebih mudah. Banyak hal seperti men set, meletakan tex, memberi foto, dan meng crop foto menjadi lebih cepat. Penggunaan komputer ini terus berlanjut hingga sekarang. Dengan teknologi komputer industri percetakan menjadi sangat terbantu. Perkembangan teknologi komputer tentu mengarah pada internet, teknologi yang seakan menyatu dengan komputer. Jaringan yang dibuat oleh ARPANET ini seakan seakan tak mau ketinggalan untuk mewarnai perkembangan industri percetakan. Memang, internet tidak diciptakan dan tidak akan bisa mencetak dalam industri penerbitan. Akan tetapi, ia bisa berguna diantarnya untuk mempublikasikan apa yang telah dihasilkan oleh industri percetakan. Contohnya sebagai ajang mempublikasikan (termasuk menjual ) buku atau hasil pemerbitan lain.. Pernah masuk ke situs amazon.com? Atau Gramedia.com? Kedua situs ini berisi informasi tentang beragam buku yang terbit mulai dari buku baru hingga buku lama dan buku yang menjadi best seller. Selain itu, kita juga bisa melihat seklas tentang is buku-buku tersebut walaupun tidak semuanya disajikan. Biasanya, industri percetakan kecil, yang tidak memiliki modal yang begitu besar untuk memasarkan buku yang ia buat secara luas, meletakan buku-bukunya dalam internet agar dapat meraih pasar yang maksimal. Selain itu, dari segi pembaca atau pembeli buku. Sistem ini menawarkan kemudahan bagi mereka apalagi yang memiliki mobilitas tinggi sehingga tidak sempat untuk mendatangi toko buku. Kedua situs tersebut bak toko buku virtual bagi mereka yang memudahkan mereka menjangkau dan membeli buku yang mereka mau tanpa harus pergi ke toko buku. Pertanyan lain muncul. Bagaimana fungsi perpustakaan dimasa depan jika segala hal telah didigitalisaskan? Perpustakaan pun bisa mendigitalkan dirinya. Contoh yang dekat dengan kita diantaranya adalah Miriam Budiarjo Resource Center (MBRC). Perpustakaan FISIP UI ini telah mendigitalisasikan pelayanannya. Contohnya hanya dengan kata kunci, nama buku atau pengrangnya, kita dapat menemukan dengan mudah buku apa yang hendak kita baca dan kita cari. Meskipun masih banyak kekurangan di sama simi. Hal ini tentu sedikit membantu kita sebagai pengguna perpustakaan.

Dalam buku Media Now, digambarkan perkembangan perpustakaan dengan lebih wah lagi. Hanya dengan memasukan kata kunci dalam komputer perpustakaan, seseorang dapat langsung membaca baik artikel ataupun buku yang ia cari. Pers, Semakin Terjangkau Perkembangan teknologi percetakan tentunya berdampak sendiri bagi pers yang dekat dengan industri ini. Beragam inovasi dalam dunia percetakan telah membuat industri media massa semakin cepat dalam menyampaikan beragam beritanya ke masyarakat luas. Meskipun demikian, pers memiliki sejarah hidup sendiri.

Seperti industri penerbitan, pers terus berkembang dan berkembang. Sebelum ditemukannya telegrap, kecepatan penyampaian berita sangat lambat. Hal ini karena ketika itu, beragam cara penyampaian berita menggantungkan sirkulasi a dengan industri transportasi. Akibatnya, cepat lambatnya berita itu sampai ke penerima tergantung pada alat transportasi apa yang mereka gunakan. Di tahun 1848 akhirnya ditemukan telegrap. Memang telegrap menjadi kan proses penyampaian berita lebih mudah. Contohnya ketika perang dunia. Sekutu bisa menang karena mereka memanfatkan telegrap sebagai proses penyampai informasi. Penyampain berita juga semakn bertambah cepat akibat penemuan baru yakni telepon. Dengan memencet angka-angka tertentu saja, penemuan Alexander Graham Bell ini, bisa meyampaikan pesan dengan begitu singkatnya. Sekarang beragam teknologi diciptakan agar suatu pemberitaan dapat lebih dijangkau luas. Kini beragam alat yang memudahkan proses informasi bisa sitemukan dengan mudah apalagi dalam sebuah studio berita. Internet, sambungan dengan tv lokal, dan sambunagn dengan radio kepolisian merupakan contohnya. Hal ini mebuat reporter begitu mudah mendapatkan suatu bahan pemberitaan untuk disampaikan ke masyarakat luas. Selain itu, inovasi baru muncul. Inovasi ini dimulai oleh Tribune Company. Perusahaan ini menggabungkan beragam media yang sama dalam satu ruangan atau studio berita. Alhasil biaya dapat ditekan.

Perkembangan lain dalam dunia berita adalah munculnya bentuk baru dari jurnlisme yakni backpack jounalist. Disini, jurnalis membuat sendiri apa yang ingn ia beritakan mulai dati pengambilan gambar, package, sounbite, dll. Disini jurnalis yang memiliki kekuasaan penuh dalam menentukan isi sebuah berita. Meskipun demikian, backpack journalis memiliki kekurangan tersendiri. Diantaranya editor menjadi tak berfungsi dengan baik Seperti dalam industri percetakan, komputer membawa dampak tersendiri dalam industri pers. Ia sangat membantu dalam pembuatan media massa mulai dari pembuatan layout hingga isi. Selain itu, satelit pun turut membantu mempercepat semua orang menjangklau sebuah berita. Satelit membuat sebuah perusahaan pers mampu mengirimkan beritanya ke beragam kota tempat cabangnya berada. Sehingga cabang perusahan persnya itu dapat mencetak sendiri apa isi dari majalah atau surat kabarnya sehingga tidak telat sampai ke pembacanya. Selain itu, majalah dan surat kabar atau industri pers lain pun ikut meletakan beragam isi pemberitaannya di dalam internet. Hal ini dibuat agar masyarakat luas bisa dengan mudah menjangkau isi media mereka. Lihat saja kcm (KOMPAS) atau media-indonesia.com. Keduanya adalah contoh media cetak yang meletakan pemberitaannya di televisi. Selain itu, media televisi pun tak mau ketinggalan. Di Indonesia, pemberitaan Liputan 6 bisa kita saksikan kembali hanya dengan mengakses liputan6.com d internet. Untuk media cetak, beberapa media massa yang memiliki situs sendiri di internet membuat tampilan yang sedikit atau bahkan berbeda dengan apa yang ada di media cetaknya. Meskipun demikian, media massa yang menginternetkan diri ini pun tak lupa mencantumkan edisi cetak mereka. Contohnya Tempo interaktif. Meskipun ada versi on-line, surat kabar ini pun tak lupa mencantumkan versi cetaknya. Ini semata-mata untuk menarik minat pembacanya.

sumber : waena

Tidak ada komentar:

Posting Komentar