Selasa, 17 Maret 2009

Percetakan Al-Qur'an

MADINAH ALMUNAWWARAH, sekalipun baru pertama dikunjungi, begitu melekad di hati. Saya sudah mendatangi Jakarta, Singapura, Kuala Lumpur, dan banyak lagi kota, tapi tidak seberkesan Madinah. Fokus keterkaguman tentulah Mesjid Nabawi. Lebih dari itu, Madinah mengaduk-aduk pikiran dan rasa, banyak keterperangahan dikirimnya. Satu diantaranya, percetakan Al-Quran.

Di Madinah Pemerintah Arab Saudi mendirikan Al Quran ‘Mujamma’ Al Malikul Fahd Lithibaatil Mushafi Asy-syarif (King Fahd Complex for Printing the Holy Quran) di bawah Kementerian Agama. Inilah kompleks percetakan termoderen yang pernah saya lihat. Mencetak Al Quran membutuhkan ketelitian tinggi. Dari keterangan yang didapat disana-sini ketelitian menjadi prioritas utama.

Ya, saya berkesempatan melihat. Luar biasa. Sebelum naik cetak, draf mushaf diteliti berlapis-lapis oleh ulama-ulama terpilih. Kecil kemungkin terjadi kesalahan. Wong salah sedikit langsung dibuang. Demi menjaga agar Al-Quran tidak berversi-versi. Al-Quran yang sama sampai akhir zaman.

Begitulah, setelah melapor, kami dipersilahkan memasuki kompleks yang maha luas. Menunggu sebentar pengunjung terdahulu ke luar, kami langsung diarahkan ke percetakan. Mesin-mesin moderen, Al-Quran yang tengah dicetak, pajangan Al-Quran yang telah dicetak, dan sebagainya dipamerkan. Jangan-jangan coba-coba lho masuk percetakan besar di Indonesia, ada tulisan: “Yang tidak berkepentingan dilarang masuk!. Selain petugas dilarang masuk!”. Ini, bebaaaaaaaaaaaaas.

Lebih asyik pula, juru bicara percetakan, Abdullah Mahmud, sarjana lulusan Universitas King Abdul Aziz Jeddah, menjelaskan secara singkat tentang percetakan raksaan ini. Intinya, Al-Quran yang di-OK yang betul-betul sempurna, kelas satu. Yang cacat, dimusnakan. Harap maklum, ratusan pakar meneliti sebelum dan sesudah dicetak. Mengangumkan.

Si Abdullah yang ramah (maaf, banyak orang Arab memandang sebelah mata orang Indonesia) adalah keharuan tersendiri. Dan, yang lebih mengagumkan Al-Quran juga dicetak (terjemahannya) dalam versi berbagai bahasa. Dari bahasa yang dipakai jutaan petutur sampai yang ratusan juta. Lalu, dibagi gratis.

Saya memuji ambilan kebijakan pemerintah Arab Saudi. Betapa tidak, berapa triliun riyal dikucurkan untuk ‘mengamankan’ dan menyebarluaskan firman Allah SWT. Jangankan menghitung, membayakan saja tidak. Jutaan Al-Quran dicetak terus-menerus. Semoga Allah melimpahkan pahala bagi pengagas, pelaku, dan yang berusaha menquantumkan kerja mulia ini. Amin.

Lebih hebat lagi, pengunjung diberi keterangan ringkas dan dipersilahkan menanyakan A-Znya perihal percetakan. Syangnya, karena bahasa Arab yang sangat terbatas, hanya bisa menganguk-angguk. Saya jadi menyesal, kenapa bahasa Arab yang dipelajari sejak kecil menguap begitu saja. Hingga, tidak mendapat informasi lebih dalam. Semoga nanti berkesempatan membaca yang lebih detail.

Puas melongok sana-sana, jam berkunjung habis. Hebat nian pemerintah Arab Saudi. Begitu waktu sholat masuk, semua kegiatan stop. Dan, kami dipersilahkan meninggalkan percetakan yang mengangumkan tersebut.

Eit … sebelum ke luar dapat kejutan. Kami disuruh berbaris satu per satu. Begitu melangkah ke luar setiap orang diberi hadiah, Al-Quran. Duh senangnya. Terima kasih wahai para penentu kebijakan percetakan.

Melangkah ke luar, tidak sabar membuka Al-Quran yang ditulis bertinta (ala) emas tersebut. Sunhanallah. Ternyata terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Baru paham, sebelum masuk ketua rombongan mengisi formulir. Dari Indonesia.

Satu hal langsung mengingatkan otak, saya yang tidak rutin membaca Al-Quran, Insya Allah akan memulai rutin membacanya. Di Mesjid Nawawi mengaku, mengabaikan amanah agama anutan, setiap hari merasa rugi kalau tidak membaca surat kabar, majalah, buku, atau postingan internet. Tapi, kalau membaca Al-Quran pilih-pilih ketika, tidak rutin.

Semoga Allah menolong dengan meringankan hati, mengembalikan pemaknaan Al-Quran sebagai bacaan harian Muslim. Terima kasih ya Allah atas petunjukmu langsung ke jantung. Dan, semoga mampu melawan diri, menjadikan membaca Al-Quran pada proporsinya. Ringankan hati hamba Ya Yang Mahapengasih. Amin.

Bagaimana menurut Sampeyan?

sumber : webersis

2 komentar:

  1. Mantabh!!!

    Untuk informasi, di Indonesia sudah ada APQi, yaitu Asosiasi Penerbitan Mushaf Al-Qur'an Indonesia yang didirikan dan sekarang masih diketuai Bpk. H. Ali Mahdami.

    Cita-cita beliau adalah menyetandarkan dan menyatukan pencetakan Al-Qur'an di Indonesia. Salut dan semangat untuk beliau.

    Untuk diskusi sliakan menghubungi saya di arranger5@yahoo.co.id

    Terimakasih!

    BalasHapus
  2. Mardi:
    Terima kasih atas kunjungannya, terutama infonya dan sharing pengalamannya.
    Salam kenal ya....

    BalasHapus