Industri percetakan Jawa Barat mulai terkena dampak krisis global, terutama sejak kurs rupiah benar-benar tertekan dalam seminggu terakhir ini. Selain terkendala oleh mahalnya bahan baku, cash flow mereka juga hancur-hancuran akibat berubahnya pola pembelian berbagai faktor produksi.
"Bisa dikatakan saat ini bisnis percetakan sudah memasuki lampu kuning. Apalagi, semua hal tiba-tiba menjadi sulit untuk bisnis percetakan," ujar Ketua PPGI (Persatuan Perusahaan Grafika Indonesia) Jabar, R. Bambang Rochyadi, Minggu (26/10/09).
Dijelaskan, kegiatan produksi percetakan saat ini sangat tertekan mahalnya berbagai bahan baku. Itu disebabkan 90% bahan yang digunakan percetakan merupakan barang impor. Oleh karena itu saat kurs dolar melambung, berbagai bahan baku seperti kertas, tinta, pelat, sampai bahan kimia, semuanya naik.
"Bulan ini saja naiknya berbagai bahan baku itu rata-rata sudah naik 10% sampai 15%. Celakanya kenaikan itu masih belum selesai, karena kenaikan dolar pun diperkirakan masih akan berlangsung," katanya.
Selain mahalnya bahan baku, pengusaha percetakan saat ini juga dihadapkan pada masalah keharusan menambah pendanaan mereka. Karena berubahnya pola penjualan dari supplier bahan baku, yang menginginkan pembayaran tunai di muka untuk barang-barang yang dijualnya.
Padahal sebelumnya setiap pembelian barang, perusahaan percetakan bisa membayar mundur hingga satu bulan. Akibatnya, jika hendak meneruskan usaha harus menambah modal kerja mereka 2-3 kali lipat dari sebelumnya. "Celakanya, sekarang ini semua bank sedang sulit memberi kredit. Bank umumnya berasalan kredit masih ada tapi lebih selektif. Tapi yang jelas setiap perusahaan percetakan yang mengajukan kredit, belakangan selalu ditolak," katanya.
Sumber : PR
semoga para pengusaha Percetakan bisa mengatasi krisis ini.
BalasHapusBlog-Admin:
BalasHapusThank's atas apresiasinya dan kunjungannya.
Salam
Muantap nih informasinya buat tugas kuliahku. thx
BalasHapus